Short Story Begin Again (Part 1)

Post a Comment
Assalamualaikum, halo gais, berjumpa lagi bersama saya ...... Lahh ngapa jadi kaya buka video yak? Hihi jadi temen-temen, aku kemarin lagi bongkar hardisk yang isinya file-file yang aku udah simpen sejak SMK. Berarti sekitar tahun 2014 gitu yah.

Nah aku sendiri, di tahun 2014-2017 demen banget baca novel dan tergila-gila dengan drakor. Aku baca semua seriesnya Illana Tan - Sosok Ilana Tan selama ini memang misterius dan tidak diketahui publik. Ia dikenal sebagai novelis misterius yang menulis cerita berlatar empat musim.

Novel pertamanya berjudul Summer in Seoul, dilanjutkan novel keduanya Autumn in Paris, Winter in Tokyo, dan novel keempatnya berjudul Spring in London. Aku udah baca semua dan yang paling membekas di hatiku adalah Autumn in Paris.

Tatsuya Fujisawa & Tara Dupont

Jadi karena aku begitu tergila-gila dengan Novel karya Illana Tan, akhirnya si gadis remaja ini mencoba menulis novel ditahun 2015. I still dont know apa judul yang cocok untuk novel ku ini hahahaha.
Aku juga udah lupa alurnya mau dibuat gimana dan baru selesai aku tulis sampai Part 3 saja, itu juga ndak lengkap.

Aku mencoba untuk membayangkan kota Jakarta yang penuh sesak namun sedang berada di musim hujan. Suasana malam, siang, riuh, tenang .. Meski aku rasa masih banyak kekurangannya, but girl, you did that! So let's get into it gaissss!
___________________________________________________________________________________

PART 1

Malam itu cukup dingin bagi seorang gadis yang tak pernah takut akan rasa dingin. Ia cukup tangguh untuk berjalan melewati jembatan yang menghubungkan rumah kecilnya dengan jalan besar di ujung sana.

Ariana Sofia mulai menarik jaketnya dengan erat. Ternyata Jakarta sebagai kota tersibuk di Indonesia dengan hawa panas yang cukup menyengat pada siang hari bisa sedingin ini, setidaknya untuk malam ini atau mungkin ini hanya perasaan gadis bermata coklat yang besar itu saja.

Dia membenarkan letak kacamatanya yang kini terlihat ingin lari dari matanya. Rasa sesak yang kini menggerogoti paruparunya serasa tak tertahan setelah apa yang baru saja ia lihat. Kenapa harus malam ini, kenapa harus di hari ulangtahunku.

Jembatan itu cukup panjang, ia berhenti tepat di tengah jembatan itu, ia memegang pinggir besi kokoh yang mengkilap terkena pantulan lampu jalan yang ada disana. Ia mencengkramnya hingga ia tak lagi merasakan kalau buku-buku jarinya mulai memucat. Ia menatap langsung ke air yang tak bergeming sedikitpun.

Kenapa aku berharap lebih? Kenapa dia melupakan ulang tahunku!? Dia lebih memilih bertemu dengan perempuan lain! Ah kenapa ...

Dia mengutuk dalam hati. Namun langsung menggelengkan kepalanya yang kini berbalut jilbab berwarna maroon polos. Perempuan lain? Tapi siapa dia? Kenapa harus sedekat itu?!

Kini ia merasa siku nya di senggol. Ia melihat ke samping kiri dan...

"Jual saja ponselmu!". Sofia langsung berputar cepat. Matanya terbelalak melihat seorang gadis nyeletuk tidak karuan di sebelahnya. "Kau hampir membuat jantungku copot!” Sofia memegang dadanya. “Kau.. ada menelfonku? Maaf ponselku di silent," lanjutnya singkat.

"Lalu apa yang kau lakukan dijam segini dan disini?" gadis itu melanjut celetukkan tanpa henti.

Dia. Karin Winata, sahabat sekaligus Ibu kedua Sofia. Lebih mirip Ibu karna gadis bekulit pucat dengan rambut digulung engga jelas itu lebih cerewet dibandingkan penampilan cueknya walaupun umurnya sebaya dengan Sofia.

Mereka berdua tinggal di sebuah rumah kontrakan, tidak besar namun cukup menampung empat sampai lima orang dengan kamar masing-masing. Sudah sekitar dua tahun sejak mereka menempati kontrakan tersebut.

"Bukannya tadi kau bilang ingin menemui Yudi?" Karin menaikkan dagunya tanda bertanya sambil merangkulkan tangannya ke tangan Sofia. Sofia hanya diam melihat tangannya digandeng. Karin mulai menemukan wajah sahabatnya tampak pucat walaupun suasana jembatan sedikit remang-remang. Telah terjadi sesuatu. Manusia badut ini memperlihatkan wajah datarnya."Kau.. kau sakit?" Ia melepas gandengannya dan menempelkan tangannya ke kening Sofia.

"Aku baik-baik saja Ibu Kos .." jawab Sofia sambil meledek ditambahin senyum kecut sebagai penghargaan. "Sebaiknya ayo kita pulang, entah kenapa aku merasa panas sekali disini."

Ternyata tubuhku beradabtasi dengan perasaanku.

"Baik. Sekarang jelaskan, apa yang terjadi tadi malam?" Karin membuka bibir nya yang kecil pagi dengan pertanyaan yang tak akan ia lepaskan sebelum mendapatkan jawaban. "Tidak ada yang terjadi," balas Sofia sambil mencoba memasukkan roti panggang dengan selai kacang kesukaannya ke dalam mulutnya. Namun tiba-tiba roti itu sudah terbang ke tangan sahabatnya. Ternyata benar benar.

"Hia! Roti ku .. " ucap Sofia kaget. "Sebelum kau menjawab, tak kan kubiarkan satu potong rotipun masuk kedalam perutmu," jawab Karin dengan senyum kemenangan. "Kau tau, seberapa banyak roti yang kau habiskan tadi malam? Selai kacang di kulkas sudah tinggal botol nya. Bayangkan saja," lanjutnya sambil menunjuk kulkas dengan roti panggang yang masih menempel ditangan kanannya.

Sofia tersenyum kecut. Sambil cengengesan dia mengambil gelas berisi Smoothes buah pisang, "Yudi engga jadi datang, dia bilang masih ada urusan di kantor." Mungkin bukan masalah kantor, tapi masalah perempuan. Laki-laki itu sangat sangat menyebalkan. Laki-laki yang dari tadi disebut itu adalah Manajer di perusahaan Karin bekerja, sedangkan Karin adalah seorang staf keuangan. 

“Tapi kenapa kelihatannya kemarin dia sibuk sekali menyelesaikan tugas-tugasnya? Bukannya ingin menemuimu? Bahkan dia pulang lebih awal.” Suara Karin terdengar bingung. Kemana laki-laki itu? Bukankah dia menyelesaikan tugasnya lalu menyiapkan kejutan ulang tahun Sofia?

“Entahlah.” Jawab Sofia pendek sambil mengangkat bahu. “Aku lagi malas membahasnya,” lanjutnya. Lalu dengan cepat Sofia mencuri roti panggang yang ada di tangan Karin sebelum roti itu menghilang dan lenyap berkeping-keping ke dalam perut sahabatnya.

“Baiklah, baiklah.” Jawab Karin acuh tak acuh, lalu ia beranjak dari tempat duduknya menuju westafel tempat pencuci piring. “Well, kenapa kau tak meminta hadiahmu padaku? ” Tanya Karin dengan nada menyindir. “Kau tau aku sudah menabung berbulan-bulan untuk hadiahmu.” Nada bangga terdengar di suaranya. “Astaga ... baik sekali duhai Ibu Perikuu” ucap Sofia dengan senyum yang melebar. “Tak ku sangka,” ia menggeleng-gelengkan kepalanya. “By the way, dimana hadiahnya?"

-------

Lanjut PART 2



Related Posts

Post a Comment