![]() |
For anyone who made this illustration, i rent your illustration for free :') next time i will make my own ^_^ |
PART 2
Sore yang cerah. Sepertinya
malam ini tidak akan hujan. Hujan sudah berlalu. Tapi seperti nya perasaan
kecewa ini belum ingin berlalu. Sofia duduk di atas kursi kerjanya sambil
memangku kepalanya dengan satu tangan, sedangkan tangan yg lain sibuk
mengetuk-ngetuk layar ponsel nya.
Bagaimana cara membuat benda
tipis itu bercahaya, lalu bergetar dan
saat digeser ada suara yang keluar dari sana? "Kenapa? Menunggu telfon
dari seseorang?" Suara yang terdengar usil itu datang dari depan pintu
kamar Sofia.
Sofia menoleh
kebelakang."Karin .. Aku tidak sedang men .. " Sofia beranjak dari
kursinya lalu menghempaskan diri ke tempat tidur. Memeluk bantal Minion yang
besarnya seperti TV tabung. "nunggu siapapun", lanjutnya.
"Lalu apa yang kau lakukan
seharian di dalam kamar? Sejak aku pergi sampai sekarang sudah kembali pun kau
masih saja dengan tempat dan posisi yang sama", Karin menutup pintu kamar
lalu berjalan menuju Sofia sambil membawa bungkusan plastik kresek putih.
"Apa itu?" Sofia
langsung duduk mendengar suara kresek yang masuk ke dalam telinganya.
"Makanan? Gado-gado? Siomay? Tapi aku pengen Seblak", rengek Sofia
seperti bocah yang tidak makan selama seminggu.
"Jauhkan makanan seperti
itu dariku!" jawab Karin bergidik. Sofia hanya membalas dengan muka melas
dan bahu yang diturunkan. Layu. Berat badan Karin naik sepuluhkilo dan karena alasan yang
konyol. Kehabisan tiket nonton konser Five Second of Summer. Hahaha.
"Ini alat make-up, tadi siang ketemu Vita di depan pagar, terus dia nitip
beli ayeliner sama mascara.“ Sofia memberi jawaban Oooo
yang panjang dari mulutnya. Vita adalah anak tetangga sebelah yang sering main
ke rumah mereka saat hari libur. Karin belum melihat wajah ceria Sofia, dan ia yakin seratus persen kalau ini ada hubungannya dengan Yudi. Kini Karin menyipitkan matanya, lalu
menjentikkan jarinya. Sofia ikut menyipitkan matanya. Sepertinya dia punya ide jenius.
“Kenapa bukan kau saja yang
menelepon?”
“Aku?”
“Iya. Lalu siapa lagi?”
“Untuk apa?”
“Untuk sebuah wajah yang penuh
dengan harapan.”
Sial! Ide jenius macam apa itu? Sofia
tidak akan bisa menyembunyikan perasaannya mengingat gadis yang senang dengan
film Bollywood itu mudah sekali
menampilkan ekpresi sesuai dengan moodnya.
Berbeda dengan Karin, si gadis yang suka dengan barang-barang unique itu cukup lihai dalam
menyembunyikan “sebuah perasaan”.
“Aku tidak berharap, tapi andai
saja… “ Sofia berusaha menjawab dengan suara yang tegar, namun gagal. Walau
dalam hati ia benar-benar berharap Yudi akan meneleponnya dan menjelaskan
kejadian kemarin malam. Atau tidak! Tidak udah di jelaskan. Mendengarnya pasti
akan membuat susah bernapas.
“Hei! Itu sama saja tau.” Karin
menyilangkan tangan ke dadanya.
Matanya melebar. “Aku mau mandi
deh, bete nunggu seharian!” ketusnya. Karin mengerutkan keningnya. Mungkin
kalau mereka ada di dunia komik, maka karakter Karin saat ini akan di beri tanda
tanya besar di atas kepalanya.
Tepat saat Sofia berdiri,
ponselnya bergetar. Cepat-cepat ia mengambilnya. Foto laki-laki becorat-coret
spidol dengan background taman terpampang jelas di ponsel Sofia. “Hi!” sapanya
cepat. Karin berkata tanpa suara “Siapa?” sambil menunjuk ponsel yang sudah ada
di telinga Sofia.
"Yudi." Sofia menjawab
dengan mulut yang tak bersuara juga. Raut wajah Sofia seketika berubah
sumringah. “Apa? Oh disana? Baiklah, tepati janjimu, jam 7 tepat, oke sampai
jumpa.”
“Malam
ini kau harus menemaniku makan malam dengan Yudi.”
Jam masih menunjukkan pukul
tujuh kurang dua puluh tiga menit, tapi gadis itu benar-benar tidak sabar untuk
bertemu dengan Yudi. “Kau yakin dia sudah ada disana?” tanya Karin ragu-ragu.
“Dia seharusnya sudah ada disana, bukankah dia yang membuat janji lebih dulu?”
jawab Sofia dengan gagah. Ia memantapkan kelajuan mobil yang di bawanya. Karin
hanya mengegelengkan kepalanya. Sofia membalas dengan cengengesan.
Dua puluh kemudian mereka sampai
di sebuah Cafe di daerah Kemanggisan, Jakarta Barat. Cafe berdesign interior
ala Korea itu cukup banyak pengunjungnya. Di samping makanan khas Korea yang
enak dan di jamin halal, banyak anak muda memilih tempat itu untuk berfoto ria.
Setelah memakirkan mobilnya dengan tepat, ia langsung merapikan jilbabnya lalu
turun dengan sigap. “Ayo,” dia mengajak Karin dengan nada seolah dialah yang
punya acara malam ini.
Sofia mendorong pintu kaca
dengan perlahan. Tepat di ujung sana ada tangan yang melambai pada Sofia. Sofia
membalas dengan senyum, dan langsung menyeret Karin segera ke meja tempat orang
melambai tadi. “Hai!” sapa Sofia ramah. “Aku tepat waktu bukan?” sambil melihat
jam di tangannya. Jam menunjukkan tiga menit lagi ke jam tujuh malam. Yudi Anggara menyambut Sofia dengan senyum yang lebar. “Ayo duduk” sambil menarik kursi
untuk di duduki kedua gadis itu.
“Selamat malam pak.” sapa Karin
terlambat sambil sedikit membungkukkan badan. Sofia melebarkan matanya. Yudi
juga hanya tersenyum lucu. “Kamu cukup panggil saya Yudi saja saat di luar,
lagi pula umur kita engga jauh beda,” ucapnya pada Karin. Karin membalas dengan senyum saja.
“Lagi pula kaya saya siapa aja,
kita juga udah kaya temen tapi kamu masih manggil pak, saya kan jadi ngerasa
tua.” lanjut Yudi sambil tertawa kecil. Tawa kecil yang menampakkan barisan
gigi putih yang terawat baik. Malam ini dia cukup tampan dengan setelan jas
nya. Entah apa yang ada di pikirannya. Mau makan malam saja harus pakai jas?
Haha. Well, no problem. He’s cool as usually.
_____________
Lanjut PART 3
Post a Comment
Post a Comment